Di Kalimantan nama Banjar mula-mula dipakai untuk membedakan orang Melayu dari orang Jawa yang berjasa terhadap Sultan Suriansyah, sesuai dengan arti Banjar itu sendiri, yaitu 'kelompok'. Sedangkan Banjarmasin berasal dari kata Banjarmasih, yang mengalami perubahan. Perubahan ini ada dua kemungkman. Pertama. karena lidah asing (Belanda) yang menyebutnya Banjarmassin. lalu menjadi Banjarmasin. Kedua, pedagang-pedagang Jawa dengan layarnya pada musim kemarau, di saat sungai Barito dan Martapura airnya menjadi asin, maka disebutlah Banjarmasin.
Dalam hikayat Banjar, sekitar abad XII berdirilah sebuah kerajaan yang bernama Negara Dipa. Kerajaan ini dibangun oleh Empu Jatmika. Ia datang ke Pulau Hujung Tanah (Kalimantan) dengan rombongannya memakai kapal Prabajaksa, dalam rangka memenuhi wasiat almarhum ayahnya, Mangkubumi. Sepeninggal ayahnya Empu Jatmika disuruh meninggalkan Negeri Keling, dan mencari tempat tinggal baru yang tanahnya panas dan berbau harum. Maka sampailah ia di suatu tempat yang bernama Pulau Hujung Tanah. Di daerah inilah ia kemudian menemukan tanah yang panas dan berbau harum seperti yang diwasiatkan oleh ayahnya, maka kemudian ia membuat Candi Agung dan Empu Jatmika menyebut dirinya Maharaja di Candi.
Sebagai tokoh pimpinan yang kemudian diakui pula oleh penduduk di daerah tersebut, maka ia memerintahkan Tumenggung Tatah Jiwa dan Arya Megatsari menaklukan orang-orang Batang Tabalong, Batang Balangan, Batang Petap, Batang Alai dan Amandit serta Labuhan Amas dan orang-orang Bukit. Dengan penaklukan ini, maka Negara Dipa semakin kuat dan wilayahnya bertambah luas. Sari Kaburungan sebagai raja ketiga dalam kerajaan Nagara Dipa memindahkan pusat kerajaannya ke sebelah selatan. Pusat kerajaan yang baru ini dikenal dengan kerajaan Negara Daha. Pada saat itu pula bandar Daha dipindahkan ke Muara Rampiu, kemudian ke Muara Bahan dan terakhir pindah ke Banjarmasin. Akhirnya Banjarmasin berfungsi sebagai bandar baru.
Setelah Sari Kaburungan meninggal, digantikan anaknva Maharaja Sukarama, yang mempunyai tiga orang anak, yaitu : Pangeran Mangkubumi, Pangeran Tumenggung dan Putri Galuh. Perebutan kekuasaan pun terjadi. Pangeran Mangkubumi-yang menggantikan Sukarama-dibunuh oleh Pangeran Tumenggung. Sebelumnya Sukarama berwasiat kepada Patih Aria Trenggana, apabila ia meninggal maka yang berhak menggantikannya adalah cucunya vang bernama Pangeran Samudra. Pada saat itu Pangeran Samudra menjadi musuh besar Pangeran Tumenggung, yang rakus akan kekuasaan. Patih Aria Trenggana yang mendapat wasiat dari Sukarama menasehatkan agar Pangeran Samudra meninggalkan istana. Ia menurut untuk meninggalkan istana dan menyamar sebagai nelayan di daerah Serapat, Belandian, Kuin, Balitung dan Banjar. Patih masih penguasa bandar daerah dimana Pangeran Samudra menyamar sebagai nelayan, menemukannya, maka akhirnya setelah berunding dengan Patih Balit, Patih Balitung dan Patih Kuin bersepakat mengangkat Pangeran Samudra menjari raja, karena mereka tidak ingin lagi daerahnya menjadi kampung yang terus menerus mengantar upeti ke Daha kepada Pangeran Tumenggung.
Pangeran Tumenggung yang mengetahui hal itu tidak tinggal diam, maka tentara dan armada turun ke sungai Barito dan di Hujung Pulau Allak, terjadilah pertempuran antara kedua belah pihak tanpa ada yang kalah dan yang menang. Peristiwa perang ini terjadi sekitar tahun 1526 M dan Pangeran Tumenggung dipukul mundur oleh pasukan Pangeran Samudra atas bantuan kerajaan Islam Demak, maka setelah perang selesai Pangeran Samudra dan tentaranya masuk Islam, yang jumlahnya sekitar 40.000 termasuk orang Banjarmasin. Maka sejak saat itu Sultan Samudra dinobatkan sebagai Sultan Banjar pertama yang berkedudukan di ibukota Banjarmasih (Banjarmasin) yang sejak beliaulah Islam berkembang secara resmi dan menjadi agama kerajaan di daerah ini.
Masuknya Islam di Kalimantan Selatan sebenarnya sudah ada sebelum Sultan Suriansyah memerintah. Hal ini berdasarkan cerita bahwa Sunan Giri pernah berlayar ke Pulau Kalimantan dengan membawa barang dagangannya. Sesampainya di pelabuhan Banjar, penduduk yang miskin diberinya barang dengan cuma-cuma. Hal ini jelas menunjukkan adanya hubungan dagang dengan Jawa dan Banjar, terutama Gresik, Tuban dan Ampel.
Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah adalah Sultan Banjarmasin kedua yang berkedudukan di Banjarmasin kemudian memindahkan ibukota kerajaan ke Martapura. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1612 M . Sebelum Sultan Tahlillah (1700-1745 M) berkuasa, tidak ada peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah Kerajaan Banjar. Baru setelah Sultan Tahlillah berkuasa berkali-kali kerajaan Banjar mengalami ketegangan politik yang disebabkan adanya perebutan kekuasaan dalam kerajaan. Sultan Tamjidillah I (1745-1778 M) merebut kekuasaan dari kemenakannya yang belum dewasa yaitu Sultan Kuning. Dalam tahun 1747 Tamjidillah membuat kontrak dengan V.O.C. yang menjadi dasar hubungan dagang antara Banjar dengan Batavia.
