KERAJAAN MATARAM ISLAM: KESULTANAN MATARAM


Mataram pada mulanya hanyalah merupakan hutan yang penuh tumbuhan tropis di atas puing-puing istana tua Mataram Hindu, lima abad sebelum berdirinya kerajaan Mataram (Islam) yang kita bicarakan sekarang ini. Wilayah ini di akhir abad ke-16 (pada masa pemerintahan Sultan Pajang - Jaka Tingkir) telah dibedah kembali oleh seorang Panglima Pajang "Ki Gede Ngenis" yang kemudian populer dengan Ki Pemanahan dengan suatu misinya untuk memasukkan wilayah tersebut ke dalam pengaruh Islam dibawah panji kerajaan Pajang. Wilayah Mataram dianugerahkan Sultan Pajang kepada Ki Gede Ngenis beserta puteranya, yang kelak menjadi Panembahan Senopati, atas jasa mereka dalam ikut serta melumpuhkan Aria Penangsang di Jipang Panolan.

Ki Pamanahan, disinyalir seagai penguasa Mataram yang patuh dan taat kepada Sultan Pajang. Ia mulai naik tahta di istananya yang baru di Kotagede pada tahun 1577 M sampai tutup usianya di tahun 1584. Setelah wafat ia diganti putranya, ngabehi Loring Pasar, yang kemudian diberi gelar oleh Sultan Pajang sebagai Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama atau mashur dengan Panembahan Senopati.

Berbeda dengan ayahnya, yang menempuh jalan patuh sebagai kerajaan bawahan Pajang, ia dengan sengaja mengabaikan kewajibannya sebagai raja bawahan dengan tidak seba atau sowan tahunan terhadap raja Pajang. Konsekuensinya akhirnya raja Pajang memutuskan untuk menyelesaikan pembangkangan Mataram dengan jalan kekerasan dan kekuatan senjata. Ekspedisi penyerbuan dibawah komando Sultan Pajang sendiri itu mengalami kegagalan karena bersamaan dengan meletusnya Gunung Merapi yang mengakibatkan bercerai berainya prajurit Pajang. Beberapa saat kemudian, sekembalinya dari ekspedisi yang gagal itu, Sultan Pajang meninggal dunia momentum ini dimanfaatkan oleh Panembahan Senopati untuk memproklamasikan dirinya sebagai penguasa di seluruh Jawa.

Senopati Mataram merupakan figur penguasa yang agresif. Semenjak ia menobatkan dirinya menjadi penguasa banyak sekali kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan sebagian di jawa Timur menjadi ajang taklukannya. Tercatat pada masa berkuasanya (1584-1601 M), Pajang dan Demak dapat ditaklukan pada tahun 1588 (konon semenjak peristiwa ini ia mendapat gelar Panembahan) menyusul kemudian Madiun pada tahun 1590 dan Jepara (Kalinyamat) pada tahun 1599. Pada tahun yang bersamaan Tuban juga diserang yaitu tahun 1598 dan 1599 tetapi masih dapat bertahan hingga diduduki pada tahun 1619 oleh Sultan Agung.

Panembahan Senopati mangkat pada tahun 1601 digantikan putranya yang bernama Mas Jolang atau Ki Gede Mataram yang kemudian masyhur dengan julukan Panembahan Sede Ing Krapyak, yang memerintah tahun 1601 sampai 1613. Dalam menjalankan roda pemerintahan Sultan yang baru naik tahta ini tidak memiliki watak agresif sebagaimana bapaknya, ia lebih cenderung mengadakan pembangunan dibanding ekspansi. Banvak sekali dijumpai bangunan-bangunan yang sebelumnyua tidak ada, seperti : Prabayeksa (tempat kediaman raja) dibangun pada tahun 1603, Taman Danalaya pada tahun 1605, membuat lumbung di Gading tahun 1610 dan lain-lain. Maka ia terkenal sebagai raja yang ahli membangun. Kecenderungan yang ia sukai ialah berburu, dalam hal ini ia mempunyai daerah khusus untuk perburuan yang dinamakan dengan krapyak.

Sikapnya itu ternyata kurang disukai oleh sebagian rakyat, terbukti pada masnya telah terjadi pemberontakan-pemberontakan; Pangeran Puger di Demak pada tahun 1602-1605 dan Pangeran Jayaraga di Ponorogo pada tahun 1608. Motif pemberontakan yang dilancarkan kedua kakaknya memiliki kemiripan, yakni rasa tidak puas atas diangkatnya Mas Jolang berikut kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Kedua pemberontakan tersebut akhimya bisa dipadamkan.

Di sisi lain. Surabaya, yang belum sempat ditaklukkan oleh Panembahan Senopati, sedang menyusun kekuatan dan menguasai sebagian kerajaan di wilayah Jawa Timur sehingga ia merupakan rival bagi kerajaan Mataram dalam upaya mempersatukan seluruh Jawa di bawah imperiumnya. Sementara Mataram sibuk menghadapi konflik dalam negeri dan tidak sempat menganeksasi daerah-daerah sekitar sebagaimana yang dilakukan orang tuanya.

Peristiwa yang sebelumny a tidak pernah terjadi y aitu ia telah menjalin kerja sama dengan kompeni Belanda di akhir masa berkuasanya pada tahun 1613. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 1 Oktober 1613, Sultan yang gemar berburu itu meninggal dunia ketika berburu di Krapyak.

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama